“ Kehidupan tak lain adalah sebuah pengabdian. Pengabdian pada janjinya, pada keluarga, pada kerabat, pada kebenaran yang dipegangnya, pada kehidupan, dan pada Sang Pencipta ”
― Pitoyo Amrih, Perjalanan Sunyi Bisma Dewabrata
Bawean menyala adalah salah satu wishlists saya di tahun 2012. Saya menyadari sepenuhnya, untuk merealisasikan wish yang satu ini tentunya tak mudah. Ada banyak materi, tenaga dan konsentrasi yang harus sengaja diluangkan disana. Kinipun, waktu saya tak seluang seperti kala mahasiswa dulu. Ada kewajiban pekerjaan yang mau tak mau menjadi belenggu, mengikat kaki saya untuk tak beranjak terlalu jauh. Karenanya saya membutuhkan bantuan banyak pihak untuk turut membantu. Dengan mengandalkan sisa-sisa kejayaan, saya turut memprovokasi teman-teman kampus untuk bersinergi mewujudkan program ini. Bagi yang belum tahu tentang Bawean menyala bisa baca di catatan saya yang ini The Happiness Project
Seminggu yang lalu, koordinasi pertama di gelar. Rapat terbatas ini pada intinya menghasilkan 2 keputusan : pertama, penyaluran buku minimal dilakukan setahun 2X. kedua, penyaluran pertama akan dilakukan bulan maret ini. Tak hanya saya yang antusias, beberapa teman luar daerah bahkan luar negeri juga sudah mendeklarasikan diri siap membantu. Tapi saya pun harus berhati-hati. persiapan tak boleh sembarangan, tak bisa serampangan. Bawean, sekalipun masuk dalam wilayah Kabupaten Gresik, yang jarak tempuhnya hanya 2 jam dari Surabaya, tetaplah daerah terpencil yang akses mencapainya tak begitu bagus, tak selalu mulus.
The Team
Mensospol BEM FISIP UNAIR
Presiden dan Bendahara BEM FISIP UNAIR
Bawean, setidaknya bisa dicapai dengan 3 jam pelayaran dengan menggunakan kapal express dari pelabuhan Gresik. Belum lagi rute tambahan yang harus kami lalui untuk mencapai sekolah-sekolah terpencil itu. seperti diungkap Hety, pengajar muda bawean pada kedatangan pertamanya di sana :
“ Berbekal ucapan bissmillah, saya bersiap melewati jalanan dakar motor rally offroad yang terhampar di depan mata saya. Saya menembus hutan. Melewati jalan setapak. Menanjak. Naik turun. Berlubang. Berkelok-kelok. Berbatu kasar. Terjal. Berdebu. Saya tebak, saya sedang melewati pegunungan tua. Jalanan hening tanpa lampu. Maklum hari sudah gelap. Hanya itu yang bisa saya deskripsikan, wajah Indonesia di bagian Pulau Bawean, desa Kepuh Legundi, dusun Panyal Pangan “
Penggalangan buku dan donatur mulai di lakukan pertengahan februari. di sela-selanya, saya akan survey perdana kesana. Memetakan lebih rinci mengenai keadaan dan kebutuhan yang diperlukan. Barangkali anak-anak disana tak hanya butuh buku, mungkin juga seragam, papan tulis baru atau apapun yang bisa saya bantu. Gambaran awal mengenai kondisi Sekolah Dasar di Pulau Bawean terekam dalam beberapa foto ini, yang karenanya saya tak pernah berhenti ‘mbrebes mili’
Bangunan dari triplek dan anyaman bambu
Tak perlu ada pintu
Bagaimana jika hujan ?
Lalu, di tengah antusiasme yang membuncah, ada tanya menggelitik yang mampir di inbox HP saya semalam. Mengapa saya tiba-tiba menggalang tenaga untuk baksos seperti ini? mengapa saya malah berlelah-lelah mendatangi tempat yang jauh dari sorot perhatian? Mengapa saya tak masuk parpol saja? mengapa dan mengapa lainnya. Karib saya ini, bukanlah orang pertama yang bertanya demikian. sayapun tak pernah sukses menguraikan jawabannya. terkadang yang berlarian di kepala kita tak bisa mudah dipindahkan ke kepala yang lain. begitupun, mengenai rencana Bawean menyala ini.
Satu yang saya yakini pasti, tap pernah ada konsep tiba-tiba. Tercantumnya Bawean menyala dalam wishlists tahun ini adalah endapan dari benyak renungan beberapa tahun terakhir. dan memang tidak tiba-tiba, saya melewati semua fasenya. Fase mengkaji masalah dengan teori dan diskusi, fase berorganisasi tapi nihil aksi, fase demonstrasi, fase bersentuhan dengan realitas, fase-fase itu pada akhirnya membawa saya pada muara yang baru hari ini, fase mengabdi. Bawean menyala adalah upaya saya untuk selangkah lebih dekat dengan pengabdian, juga bagian dari upaya saya untuk mendefinisikan arti kemanusiaan yang sesungguhnya.
Saya, beberapa bulan lagi genap berusia 25 tahun. dan jika Tuhan mengijinkan saya untuk meminta satu pinta yang pasti dikabulkan, saya meminta semoga Bawean Menyala bisa mewujud dengan sempurna. Semoga perpustakaan kecil yang saya bangun disana bisa menjadi jendela dunia bagi siapapun yang membacanya. itu saja ..
4 komentar:
Bikin taman baca ya sayang?
aku mau bantuin..
setidaknya impian saya bisa terwujud walau dengan cara lain...
kamu yang akan mewujudkannya.. ^_^
insyaallah februari aku pulkam, jadi kita bs koordinasi lagi..
okay???
great!! will support u..ditunggu kabar-kabar Bawean Menyala, riskaaaa :)
Dian : iya syg, di tunggu ya februari ntar. seneng deh nambah 1 yg mau bantuin :)
Mb. Siwi : sippo mbak! pokok bantuannya jangan dikirm via burung hantu yaa :p
lanjutkan. jangan hanya bisa berargumen tapi kita melakukan tindakan. sudah lelah menunggu tindakan dari pemerintah. sudah saatnya kaum muda bergerak.
Post a Comment